Sabtu, 20 Desember 2008
Delicious Ambiguity
sehingga aku bisa berdiri lebih tegap dan mantap sekarang
aku semakin mengerti apa arti semuanya ini
aku menikmati semua masalah yang datang silih berganti
Aku bahagia sekarang
bukan cuma sekeadr kata-kata, tapi berisi makna yang lebih dalam
aku akhirnya mengerti akan hidup walau mungkin baru sedikit
tapi mataku semakin terbuka melihat kenyataan yang ada
Saling merangkul, saling menusuk
hahaha,, manusia ada-ada saja
Saling meninggikan untuk menjatuhkan
Merendah untuk menaikkan mutu diri
Kenapa semuanya harus bersikap palsu
Pelarian karena tak mampu sendiri
Sendiri karena takut tersakiti
Sakit karena tak mampu merengkuh mimpi pada kenyataan
Kenyataan terkadang seperti mimpi yg menjadi nyata
Hidup memang tidak tertebak
tapi itulah seninya dan kita adalah pihak yang menjalaninya
kita tidak berhak untuk menentukan ini dan itu
tapi katanya "bermimpilah setinggi-tingginya!"
Begitulah,
manusia seperti kita memang tidak berdaya
hanya setitik di antara jagad raya
namun sombongnya begitu nyata
Jumat, 12 Desember 2008
My Grandmother
Think I'm gonna miss her and rewind the memory in my mind
Like a record rolling in my head
I know she doesn't wanna see me cry
She really loved me,, so did I
I'm smiling grand ma,,look, I'm smiling!!
I wanna make you proud in this world
I know you're smiling from above
And you'll be always here in my heart
We were so close, grand ma
You always brag me, made me smile sheepishly
You always liked to tell me the story about my father
How naughty he was, how clever he was
You kept telling me that but I never got bored
You said to everybody that you're so proud of me
Thank you, I won't let you down
Now, you're in a better place
Now, you don't feel pain anymore
You've done well in this world, and now you're sitting next to our Father
I hate to say goodbye, I hate seperation
But, I confidence we'll meet again
Someday
Be our strength in hours of weakness
In our wanderings be our guide
Through endeavor, failure, danger
Father, be Thou at our side
Amen
Kamis, 04 Desember 2008
Teruslah berjuang, karena hidup adalah perjuangan kata orang bijak
Aku harus menyelesaikan ini secepatnya. Semua orang seakan-akan berubah menjadi orang gila jika menghadapi deadline. Aku terus mencoba mengerjakan semua hal ini dengan tenang dan sebaik mungkin. Memang terkadang hal ini membuatku mengeluh namun aku selalu merindukannya. Aku merasa bahwa kehidupanku ini menjadi lebih berwarna dengan adanya hentakan seperti ini. Hentakan yang membuat seakan jantung ini ingin loncat dan berpindah tempat.
Rapat itu pun akhirnya usai dengan sebuah kesepakatan yang sesuai dengan prediksiku. Mereka setuju dengan pengajuan konsepku dan kami akan melaksanakan proyek ini secepat mungkin. Peluhku selama ini terbayar sudah. Setidaknya untuk saat ini aku bisa untuk tenang dan beristirahat sejenak. Dan dapat tersenyum melihat hasil kerja kerasku.
Aku berada di mobil sendirian, menyetir ditemani oleh dinginnya AC yang berhembus dan hujan yang cukup deras yang turun sejak tadi. Aku mengamati di sisi jalan sebelah sana, beberapa orang anak kecil berlari kegirangan di tengah hujan, seakan mereka tidak memiliki beban. Aku mengamati mereka dengan sebuah rasa cemburu. Cemburu karena aku tidak pernah mengalami hal seperti yang mereka lakukan. Bebas berlari, ringan, tertawa, tanpa beban. Sesaat ku terdiam.
Aku tidak pernah menyesali kehidupan yang telah aku pilih. Aku sadar bahwa Dia telah memberikan porsi masing-masing terhadap kebahagiaan manusia. Porsi yang adil menurut takaranNya, bukan menurut timbangan manusia. Dan aku tak pernah lupa untuk mengucap syukur atas itu.
Akhirnya aku tiba di rumah mungilku. Rumah yang berhasil kubeli dengan keringatku sendiri untuk membuktikan pada mereka bahwa aku dapat hidup mandiri. Kuletakkan tasku di sofa kesayanganku dan aku bergegas mengambil sebuah apel untuk mengganjal rasa lapar ini. Aku membuka laptop dan dan masuk ke dunia maya. Aku telah berjanji pada keluargaku untuk menyapa mereka malam ini.
Sejam sudah aku berbincang dengan mereka melalui webcam yang terbatas ini. Hal ini setidaknya mengurangi rasa rindu ini pada mereka, kepada siapa aku kembali pulang. Terkadang, aku merasa lelah dan hampa berjuang sendirian di negeri orang. Dihargai sebagai pribadi yang berkualitas namun tidak ada telinga yang dapat mendengarkan semua curahan hati ini.
Rabu, 03 Desember 2008
Pagi datang menjelang, meninggalkan hari gelap di belakang
Aku terbangun di pagi ini. Alarm membangunkanku dengan suaranya yang begitu nyaring. Kamarku masih gelap karena jendela kamar masih tertutup dengan gorden yang menghalangi sinar mentari menembus ruangan ini. Aku duduk dan sejenak berdoa kepada Dia yang masih mengijinkanku bernafas sampai pada detik ini.
Memulai hari ini dengan sikap dan pikiran positif sepertinya ampuh dalam memotivasi diriku sendiri dalam menghadapi tiap harinya. Sebuah senyum tipis tergores di wajahku. Aku pun berjalan dengan tiupan angin yang membelai kedua pipiku. Seseorang menyapaku. Dia tidak aku kenal namun dia begitu ramah. Kami pun tenggelam dengan percakapan yang tidak begitu penting. Pikirku, setidaknya aku tidak sendirian menunggu bis yang tidak kunjung datang.
Akhirnya aku pun sampai di tempat tujuanku. Aku ada di sini sekarang. Sendirian. Tidak secara mutlak karena para pedagang dan mobil-mobil terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Taman ini adalah tempat favoritku. Aku pun mengambil posisi duduk di sebuah kursi yang berada di tengah taman ini. Dari sini, aku bisa melihat bunga-bunga yang bermekaran dan kicau burung yang begitu merdu. Aku duduk dan mulai menghirup udara pagi ini secara perlahan. Nikmatnya.
Aku menyukai ketenangan. Aku bisa menjadi diriku sendiri dan menentukan arah hidupku dengan lebih baik. Setelah puas dengan hamparan udara ini, aku bangkit berdiri dan beranjak dari tempat ini.
Ketenangan ini, walaupun semu aku akan tetap menyukainya. Aku tidak pernah bosan dengan keadaan di sini. Sejak saat itu, aku semakin bersahabat dengan diriku sendiri. Aku bersahabat dengan pikiranku, perkataanku, dan perbuatanku. Mereka adalah sahabat yang menyatu dengan diriku yang terkadang bisa menghancurkanku juga secara perlahan-lahan. Dengan pikiran-pikiran positif aku membangkitkan daging ini untuk beraktifitas dan jiwa ini untuk mau menikmati segala yang kulakukan.
Lelah menjadi satu waktu dimana aku merasa tidak sanggup untuk terus mengalah dengan pikiranku. Namun aku harus terus melakukannya supaya aku mampu tetap tegak berdiri menghadapi hidup ini. Mereka, orang-orang yang aku sayang, selalu mengingatkanku untuk melakukannya.
Tanpa terasa, air mata mengalir hangat di pipiku. Sejak saat itu, aku menjadi orang yang begitu gampang rapuh. Namun, walaupun aku menangis, aku masih bisa tersenyum. Aku yakin bahwa Dia tidak meninggalkanku sendiri dan Dia saat ini ada di sebelahku, menemaniku.
Sepertinya sudah sejam aku berada di sini. Aku harus kembali kepada realita, bertemu dengan kenyataan di luar sana yang terkadang manis, dan terkadang pahit. Berjalan dengan kepala tegak, mantap menuju sebuah tujuan, dengan kerendahan hati dan senyum yang masih dapat kupertahankan.
Minggu, 30 November 2008
My Amusement to His Grace
To the real me
To the self that I missed for so long
I can get rid of something bothered me lately
Something that used to be my priority
And just realize that it is not that important actually
Go back to this spirit facing what's in front
To memorize everything we'd been through
Never regret,cuz that's just another episode
In my lovely life
There is never a day so dreary
There is never a night so long
But the soul that is trusting my Lord
Will somewhere find a song
Thanks Jesus to make my life full of ups and downs
Thanks for always be my side
Thanks for this time I can still reach the air for free
I love my lifeLove the people surrounding me
Love You, my Lord
'Till I die and meet You
See You,,in a better place
Kamis, 27 November 2008
Ingini dan sayangilah apa yang kamu punya hari ini
“Aku hanya ingin tenang sejenak. Aku muak dengan masalah yang terus saja menimpaku.”
“Namun hidup tidak akan seru jika tanpa masalah bukan?”
“Tapi ini sudah keterlaluan. Seakan terus saja datang tanpa henti. Aku benci semua ini.”
“Kenapa kamu harus bersikap begitu? Tidakkah kamu sadari bahwa kamu bertambah dewasa dari setiap permasalahan ini?”
“Tapi kenapa harus aku. Kenapa bukan kamu, dia, atau siapapun?”
“Mungkin Dia ingin berbincang denganmu dengan cara yang lain.”
“Dia tidak sayang padaku.”
“Justru karena Dia sayang padamu kamu berada pada posisi saat ini.”
“Apa? Kamu mau bilang kalau ini untuk kebaikanku, begitu? Aku tidak merasa lebih baik? Dia egois!”
“Kamu tidak tahu apa-apa. Kamu tahu, hidup ini adalah ujian.”
“Maksdunya?”
“Begini, hidup ini sama seperti kamu sekolah. Kamu harus menghadapi suatu ujian untuk naik kelas. Ketika kamu berhasil melewati masalahmu, kamu berarti telah berhak untuk naik satu level dari kehidupan ini.”
“Tapi kenapa harus aku yang mendapat masalah seberat ini. Orang lain sepertinya hanya diberikan masalah yang lebih ringan.”
“Dia memberikan semua ini memang karena Dia tahu betul kekuatanmu sampai dimana. Dia tahu kamu jauh sebelum kamu lahir. Dia percaya kamu bisa melewatinya dan dia ingin kamu menjadi semakin setia padaNya.”
“Haha,,kamu bisa saja! Aku memang bisa melewati masalahku. Namun aku tidak yakin apakah caraku telah benar atau tidak. Aku juga tidak yakin bahwa hati ini menjadi tenang setelah melewatinya. Kamu tahu, semua kenangan itu telah tertancap dalam hati dan otakku.”
“Kamu tidak harus melupakannya. Jika kamu terus berusaha melupakan, maka kenangan akan masalah dan beban beratmu justru semakin tertanam dalam. Jadikanlah itu suatu pelajaran berharga.”
“Aku tidak yakin. Aku tidak janji”
“Kamu keras kepala! Kamu tidak sadar bahwa sebenarnya kamu telah menjadi lebih dewasa. Kamu tahu perumpamaan pensil kayu? Dia akan berguna jika pensil tersebut telah diraut hingga runcing. Demikian pula hidup kita, Dia ingin kita menjadi runcing sehingga Dia perlu meraut kita. Dalam proses diraut, kita akan merasakan sakit yang luar biasa. Namun setelah itu kita menjadi baik dan berguna.
“Yah,sepertinya aku mulai mengerti sekarang. Kamu benar. Mungkin akulah yang selama ini salah. Mungkin aku terlalu egois sehingga selalu mencari pembenaran atas apa yang aku perbuat.
“Lalu, sekarang apa yang ingin kamu lakukan?”
“Aku akan menatap hari-hariku dengan segala pikiran positif.”
“Baguslah, aku bahagia mendengarnya. Semoga kamu dapat mempertahankan semangat itu.”
“Ya. Terima kasih,kawan. Tuhan memberkatimu!”
Sebenarnya aku masih bingung dengan maksud semua ini. Namun aku ingin cepat mengakhiri semua percakapan konyol itu. Setidaknya, aku tidak ingin mendengarnya mengoceh terlalu panjang. Aku masih saja tidak rela menghadapi masalah ini. Tapi aku rasa mungkin dia memang ada benarnya.
Tapi kenapa, kenapa setiap masalah yang satu selesai, muncul masalah yang lainnya. Kecil, besar sama saja buatku, memuakkan. Tidak bisakah semuanya berjalan sesuai dengan keinginanku. Tunggu! Jangan-jangan cuma aku yang menganggapnya masalah. Maksudku, otakku yang mengeset bahwa ini adalah masalah, padahal sebenarnya itu hanya dalam imajinasi yang tidak real. Atau, aku dan pikirankulah yang selama ini bermasalah. Tidak,tidak. Aku semakin tidak mengerti. Tapi sepertinya aku perlu memikirkannya terlebih dahulu. Aku tidak boleh membuang waktu mempermasalahkan suatu hal yang sebenarnya bukan masalah. Yah, permasalahan ini harus segera diakhiri.
Pagi datang menjelang, meninggalkan hari gelap di belakang.
Memulai hari ini dengan sikap dan pikiran positif sepertinya ampuh dalam memotivasi diriku sendiri dalam menghadapi tiap harinya. Sebuah senyum tipis tergores di wajahku. Aku pun berjalan dengan tiupan angin yang membelai kedua pipiku. Seseorang menyapaku. Dia tidak aku kenal namun dia begitu ramah. Kami pun tenggelam dengan percakapan yang tidak begitu penting. Pikirku, setidaknya aku tidak sendirian menunggu bis yang tidak kunjung datang.
Akhirnya aku pun sampai di tempat tujuanku. Aku ada di sini sekarang. Sendirian. Tidak secara mutlak karena para pedagang dan mobil-mobil terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Taman ini adalah tempat favoritku. Aku pun mengambil posisi duduk di sebuah kursi yang berada di tengah taman ini. Dari sini, aku bisa melihat bunga-bunga yang bermekaran dan kicau burung yang begitu merdu. Aku duduk dan mulai menghirup udara pagi ini secara perlahan. Nikmatnya.
Aku menyukai ketenangan. Aku bisa menjadi diriku sendiri dan menentukan arah hidupku dengan lebih baik. Setelah puas dengan hamparan udara ini, aku bangkit berdiri dan beranjak dari tempat ini.
Ketenangan ini, walaupun semu aku akan tetap menyukainya. Aku tidak pernah bosan dengan keadaan di sini. Sejak saat itu, aku semakin bersahabat dengan diriku sendiri. Aku bersahabat dengan pikiranku, perkataanku, dan perbuatanku. Mereka adalah sahabat yang menyatu dengan diriku yang terkadang bisa menghancurkanku juga secara perlahan-lahan. Dengan pikiran-pikiran positif aku membangkitkan daging ini untuk beraktifitas dan jiwa ini untuk mau menikmati segala yang kulakukan.
Lelah menjadi satu waktu dimana aku merasa tidak sanggup untuk terus mengalah dengan pikiranku. Namun aku harus terus melakukannya supaya aku mampu tetap tegak berdiri menghadapi hidup ini. Mereka, orang-orang yang aku sayang, selalu mengingatkanku untuk melakukannya.
Tanpa terasa, air mata mengalir hangat di pipiku. Sejak saat itu, aku menjadi orang yang begitu gampang rapuh. Namun, walaupun aku menangis, aku masih bisa tersenyum. Aku yakin bahwa Dia tidak meninggalkanku sendiri dan Dia saat ini ada di sebelahku, menemaniku.
Sepertinya sudah sejam aku berada di sini. Aku harus kembali kepada realita, bertemu dengan kenyataan di luar sana yang terkadang manis, dan terkadang pahit. Berjalan dengan kepala tegak, mantap menuju sebuah tujuan, dengan kerendahan hati dan senyum yang masih dapat kupertahankan.
Aku : Perempuan
Tanpa aku sadari, aku beranjak dari tempatku menatapnya dari kejauhan. Aku mencoba mengikuti langkah kakiku ini. Ternyata aku dibawa ke tempat dimana beberapa temanku sedang berkumpul bersama dan berbagi cerita. Aku heran mengapa kakiku malah melangkah ke arah sini. Aku menikmati kebersamaan kami, saling menimpali gurauan dan memberikan senyuman hangat kepada satu sama lain.
Tanpa aku sadari, mata ini melirik kearahnya, ke arah sudut tempat yang tak bersudut. Masih sama seperti tadi, tenang dan.. Tunggu! Dia pergi. Perempuan itu meninggalkan tempat itu dan aku ingin tahu kemana dia akan melangkah. Aku memperhatikan setiap langkahnya secara diam-diam sampai dia akhirnya menghilang di tikungan itu. Aku bingung sekarang. Aku tidak mengenalinya namun seperti ada perasaan yang mengganjal dalam hati ini. Aku melirik ke arah para sahabatku yang masih menikmati perbincangan mereka dan aku pun berpamitan. Aku akhirnya menyerah, aku melangkahkan kakiku dengan cepat menyusuri jalan yang ramai akan manusia ini. Mencoba mengejar dia yang aku pun tidak tahu namanya.
Aku sampai di tempat dia berdiri tadi. Namun dimana perempuan itu. Aku menyapu semua pemandangan di depan mataku namun nihil. Dia sudah pergi.