“Aku hanya ingin tenang sejenak. Aku muak dengan masalah yang terus saja menimpaku.”
“Namun hidup tidak akan seru jika tanpa masalah bukan?”
“Tapi ini sudah keterlaluan. Seakan terus saja datang tanpa henti. Aku benci semua ini.”
“Kenapa kamu harus bersikap begitu? Tidakkah kamu sadari bahwa kamu bertambah dewasa dari setiap permasalahan ini?”
“Tapi kenapa harus aku. Kenapa bukan kamu, dia, atau siapapun?”
“Mungkin Dia ingin berbincang denganmu dengan cara yang lain.”
“Dia tidak sayang padaku.”
“Justru karena Dia sayang padamu kamu berada pada posisi saat ini.”
“Apa? Kamu mau bilang kalau ini untuk kebaikanku, begitu? Aku tidak merasa lebih baik? Dia egois!”
“Kamu tidak tahu apa-apa. Kamu tahu, hidup ini adalah ujian.”
“Maksdunya?”
“Begini, hidup ini sama seperti kamu sekolah. Kamu harus menghadapi suatu ujian untuk naik kelas. Ketika kamu berhasil melewati masalahmu, kamu berarti telah berhak untuk naik satu level dari kehidupan ini.”
“Tapi kenapa harus aku yang mendapat masalah seberat ini. Orang lain sepertinya hanya diberikan masalah yang lebih ringan.”
“Dia memberikan semua ini memang karena Dia tahu betul kekuatanmu sampai dimana. Dia tahu kamu jauh sebelum kamu lahir. Dia percaya kamu bisa melewatinya dan dia ingin kamu menjadi semakin setia padaNya.”
“Haha,,kamu bisa saja! Aku memang bisa melewati masalahku. Namun aku tidak yakin apakah caraku telah benar atau tidak. Aku juga tidak yakin bahwa hati ini menjadi tenang setelah melewatinya. Kamu tahu, semua kenangan itu telah tertancap dalam hati dan otakku.”
“Kamu tidak harus melupakannya. Jika kamu terus berusaha melupakan, maka kenangan akan masalah dan beban beratmu justru semakin tertanam dalam. Jadikanlah itu suatu pelajaran berharga.”
“Aku tidak yakin. Aku tidak janji”
“Kamu keras kepala! Kamu tidak sadar bahwa sebenarnya kamu telah menjadi lebih dewasa. Kamu tahu perumpamaan pensil kayu? Dia akan berguna jika pensil tersebut telah diraut hingga runcing. Demikian pula hidup kita, Dia ingin kita menjadi runcing sehingga Dia perlu meraut kita. Dalam proses diraut, kita akan merasakan sakit yang luar biasa. Namun setelah itu kita menjadi baik dan berguna.
“Yah,sepertinya aku mulai mengerti sekarang. Kamu benar. Mungkin akulah yang selama ini salah. Mungkin aku terlalu egois sehingga selalu mencari pembenaran atas apa yang aku perbuat.
“Lalu, sekarang apa yang ingin kamu lakukan?”
“Aku akan menatap hari-hariku dengan segala pikiran positif.”
“Baguslah, aku bahagia mendengarnya. Semoga kamu dapat mempertahankan semangat itu.”
“Ya. Terima kasih,kawan. Tuhan memberkatimu!”
Sebenarnya aku masih bingung dengan maksud semua ini. Namun aku ingin cepat mengakhiri semua percakapan konyol itu. Setidaknya, aku tidak ingin mendengarnya mengoceh terlalu panjang. Aku masih saja tidak rela menghadapi masalah ini. Tapi aku rasa mungkin dia memang ada benarnya.
Tapi kenapa, kenapa setiap masalah yang satu selesai, muncul masalah yang lainnya. Kecil, besar sama saja buatku, memuakkan. Tidak bisakah semuanya berjalan sesuai dengan keinginanku. Tunggu! Jangan-jangan cuma aku yang menganggapnya masalah. Maksudku, otakku yang mengeset bahwa ini adalah masalah, padahal sebenarnya itu hanya dalam imajinasi yang tidak real. Atau, aku dan pikirankulah yang selama ini bermasalah. Tidak,tidak. Aku semakin tidak mengerti. Tapi sepertinya aku perlu memikirkannya terlebih dahulu. Aku tidak boleh membuang waktu mempermasalahkan suatu hal yang sebenarnya bukan masalah. Yah, permasalahan ini harus segera diakhiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar